Kisah ini saya tulis berdasarkan pikiran yang positif dan tidak bermaksud negatif (jauh dari maksud negatif walaupun itu hanya kecil sekali) kepada teman-teman Sipil 88 khususnya maupun teman-teman lainnya. Sebelumnya saya mohon maaf bila tulisan saya kurang berkenan di hati pembaca, terutama nama-nama yang saya sebutkan dalam tulisan ini. Kesalahan persepsi pada suatu peristiwa dalam tulisan ini adalah semata-mata kekeliruan persepsi saya, untuk itu sebelumnya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada teman-teman. Sudilah kiranya teman-teman memaafkan saya. Aamiin yaa robbal alamiin.
Pertama kali menginjakkan kaki di Semarang... di pertengahan tahun 1988, saat diterima di jurusan teknik sipil Undip. Dengan diantar ibu menuju rumah saudara di daerah kampung Bergota belakang RSUP Karyadi. Maksudnya tentulah meminta agar saya bisa tinggal di situ. Tapi tak mungkin karena anak-anak Pak Lik saya cukup banyak dan rumah pun sempit sehingga tidaklah mungkin menampung saya.....
Dulu sebenarnya kost pertama kali saya adalah di daerah Sampangan dekat kampus IKIP Semarang (sekarang Unnes). Mengapa saya kost disitu? Karena saya mengajak teman SMA saya yang diterima PMDK di IKIP Semarang untuk tinggal bersama-sama satu kost. Dan Mas Agung pun menurut. Saya dan Mas Agung mendapatkan kost kecil dan sangat sederhana dengan sewa Rp. 5000,-/bulan. Saya dan Mas Agung tinggal di situ hanya beberapa minggu, karena saya tidak betah. Akhirnya dengan berat hati saya bilang kepada Mas Agung bahwa saya ingin pindah kost yang dekat kampus Fakultas Teknik Undip.
Suatu hari saya mengikuti persiapan heregistrasi dan Penataran P4 (Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila). Pagi-pagi saya berangkat ke kampus Pleburan. Siangnya, rampung acara saya bermaksud pulang, menujulah saya ke parkiran utara Auditorium Prof. Sumarman. Saat bersiap berangkat pulang, saya dipanggil salah seorang teman, yang akhirnya menjadi karib saya, yaitu M. Arief Syaifudin.
“Ferdinan, tunggu, saya mau omong-omong...”
“O ya, gimana, mau pulang sekarang atau nanti?”
“Yuk, cari kost...”, kata Arif.
“Ayo”, timpal saya semangat.
Kami pun mencari kost yang sedekat mungkin dengan kampus tapi saya mengajukan syarat kepada Arif asal murah sewanya. Maklum kocekku pas-pasan. Setelah putar-putar daerah Pleburan, Wonodri, Sompok, Tegal Wareng, dan lain-lain, maka dapatlah kost tersebut. Yaitu di Wonodri Sendang. Pemiliknya seorang simbah sepuh yang minta dipanggil Mbah Uti saja. Ngontrak di situ Rp. 10.000,- per bulan. Lumayan, bisa sesuai dengan budget saya yang Rp. 30.000,- perbulan dari orang tua yang juga pas-pasan. Sisanya yang Rp. 20.000,- untuk makan sehari-hari dan beli buku serta alat tulis. Dari hasil mengirit itu, saya dapat membeli sebuah Rapido.
Kost di Mbah Uti cukup strategis, karena dekat kampus dan warung makan. Saya makan di warung belakang RS PKU Muhammadiyah “Rumani”. Nasi satu piring penuh + sayur gori atau oseng kacang + tempe + air teh panas cukup Rp. 300,- saja. Itu tahun 1988 lho... Kalau Arif kurang suka makan di situ entah kenapa, jadi saya sendiri deh yang sering jajan ke situ. Hehe... saya berangkat dan pulang kampus armadanya adalah dengan motor super cub merah saya alias motor brompit abang. Di kost ini saya kebagian kamar ukuran kecil untuk sendiri, sedangkan kamar yang besar terdapat (kalau tidak salah ingat) 2 tempat tidur tingkat, sehingga ada 4 teman di sana, yaitu Agung, Arif, Ipul (Akper) dan Subur (Akper).
Sebelum Penataran P4 ada kegiatan orientasi mahasiswa baru di seputaran lapangan Undip dan ruang G.101. Saya masih teringat disuruh membawa pisang dempet yang tentu sangat sulit mendapatkannya. Akhirnya jam empat pagi saya cari di pasar Peterongan tanya beberapa penjual akhirnya dapat juga! Lega rasanya. Cuaca pagi menjelang subuh sungguh sejuk kala itu, membuat segar dan bahagia meski masih mengantuk.
Selesai Orientasi, maka mulailah perkuliahan. Belum lama kuliah, ada kegiatan Kemah Bakti di Kopeng. Namun saya banyak yang sudah lupa kegiatan ini, seingat saya ya : bangun pagi buta, mandi, makan, digojlok panitia, aneka kegiatan, dan seterusnya selama satu minggu kalau tidak keliru... Paling-paling lagu khas yang masih teringat saat itu : ... bukan sastrawan bukan peternakan... ekonomi bukan pula kedokteran... sospol hukum tidak jadi perhitungan... itu bukan masa depan yang gemilang... wah wah aneh bin ajaib banget lagunya... hehehee (bersambung).
Pertama kali menginjakkan kaki di Semarang... di pertengahan tahun 1988, saat diterima di jurusan teknik sipil Undip. Dengan diantar ibu menuju rumah saudara di daerah kampung Bergota belakang RSUP Karyadi. Maksudnya tentulah meminta agar saya bisa tinggal di situ. Tapi tak mungkin karena anak-anak Pak Lik saya cukup banyak dan rumah pun sempit sehingga tidaklah mungkin menampung saya.....
Dulu sebenarnya kost pertama kali saya adalah di daerah Sampangan dekat kampus IKIP Semarang (sekarang Unnes). Mengapa saya kost disitu? Karena saya mengajak teman SMA saya yang diterima PMDK di IKIP Semarang untuk tinggal bersama-sama satu kost. Dan Mas Agung pun menurut. Saya dan Mas Agung mendapatkan kost kecil dan sangat sederhana dengan sewa Rp. 5000,-/bulan. Saya dan Mas Agung tinggal di situ hanya beberapa minggu, karena saya tidak betah. Akhirnya dengan berat hati saya bilang kepada Mas Agung bahwa saya ingin pindah kost yang dekat kampus Fakultas Teknik Undip.
Suatu hari saya mengikuti persiapan heregistrasi dan Penataran P4 (Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila). Pagi-pagi saya berangkat ke kampus Pleburan. Siangnya, rampung acara saya bermaksud pulang, menujulah saya ke parkiran utara Auditorium Prof. Sumarman. Saat bersiap berangkat pulang, saya dipanggil salah seorang teman, yang akhirnya menjadi karib saya, yaitu M. Arief Syaifudin.
“Ferdinan, tunggu, saya mau omong-omong...”
“O ya, gimana, mau pulang sekarang atau nanti?”
“Yuk, cari kost...”, kata Arif.
“Ayo”, timpal saya semangat.
Kami pun mencari kost yang sedekat mungkin dengan kampus tapi saya mengajukan syarat kepada Arif asal murah sewanya. Maklum kocekku pas-pasan. Setelah putar-putar daerah Pleburan, Wonodri, Sompok, Tegal Wareng, dan lain-lain, maka dapatlah kost tersebut. Yaitu di Wonodri Sendang. Pemiliknya seorang simbah sepuh yang minta dipanggil Mbah Uti saja. Ngontrak di situ Rp. 10.000,- per bulan. Lumayan, bisa sesuai dengan budget saya yang Rp. 30.000,- perbulan dari orang tua yang juga pas-pasan. Sisanya yang Rp. 20.000,- untuk makan sehari-hari dan beli buku serta alat tulis. Dari hasil mengirit itu, saya dapat membeli sebuah Rapido.
Kost di Mbah Uti cukup strategis, karena dekat kampus dan warung makan. Saya makan di warung belakang RS PKU Muhammadiyah “Rumani”. Nasi satu piring penuh + sayur gori atau oseng kacang + tempe + air teh panas cukup Rp. 300,- saja. Itu tahun 1988 lho... Kalau Arif kurang suka makan di situ entah kenapa, jadi saya sendiri deh yang sering jajan ke situ. Hehe... saya berangkat dan pulang kampus armadanya adalah dengan motor super cub merah saya alias motor brompit abang. Di kost ini saya kebagian kamar ukuran kecil untuk sendiri, sedangkan kamar yang besar terdapat (kalau tidak salah ingat) 2 tempat tidur tingkat, sehingga ada 4 teman di sana, yaitu Agung, Arif, Ipul (Akper) dan Subur (Akper).
Sebelum Penataran P4 ada kegiatan orientasi mahasiswa baru di seputaran lapangan Undip dan ruang G.101. Saya masih teringat disuruh membawa pisang dempet yang tentu sangat sulit mendapatkannya. Akhirnya jam empat pagi saya cari di pasar Peterongan tanya beberapa penjual akhirnya dapat juga! Lega rasanya. Cuaca pagi menjelang subuh sungguh sejuk kala itu, membuat segar dan bahagia meski masih mengantuk.
Selesai Orientasi, maka mulailah perkuliahan. Belum lama kuliah, ada kegiatan Kemah Bakti di Kopeng. Namun saya banyak yang sudah lupa kegiatan ini, seingat saya ya : bangun pagi buta, mandi, makan, digojlok panitia, aneka kegiatan, dan seterusnya selama satu minggu kalau tidak keliru... Paling-paling lagu khas yang masih teringat saat itu : ... bukan sastrawan bukan peternakan... ekonomi bukan pula kedokteran... sospol hukum tidak jadi perhitungan... itu bukan masa depan yang gemilang... wah wah aneh bin ajaib banget lagunya... hehehee (bersambung).